Hari Ini

Tembang Jawa Macapat bagian 2

Update 23 September 2011 at 21:00. Dalam topik Macapat

RAHAYU ....

Saya akan melanjutkan kembali artikel saya tentang Macapat

Struktur Macapat

Sebuah karya sastra macapat biasanya dibagi menjadi beberapa pupuh, sementara setiap pupuh dibagi menjadi beberapa pada

Setiap pupuh menggunakan metrum yang sama. Metrum ini biasanya tergantung kepada watak isi teks yang diceritakan.

Jumlah pada per pupuh berbeda-beda, tergantung terhadap jumlah teks yang digunakan.
Sementara setiap pada dibagi lagi menjadi larik atau gatra.



Sementara setiap larik atau gatra ini dibagi lagi menjadi suku kata atau wanda
Setiap gatra jadi memiliki jumlah suku kata yang tetap dan berakhir dengan sebuah vokal yang sama pula.

Aturan mengenai penggunaan jumlah suku kata ini diberi nama guru wilangan

Sementara aturan pemakaian vokal akhir setiap larik atau gatra diberi nama guru lagu.
Jenis metrum macapat

Jumlah metrum baku macapat ada limabelas buah. Lalu metrum-metrum ini dibagi menjadi tiga jenis, yaitu tembang cilik, tembang tengahan dan tembang gedhé. Kategori tembang cilik memuat sembilan metrum, tembang tengahan enam metrum dan tembang gedhé satu metrum.

Ada banyak sekali bentuk tembang jawa macapat, baik yang masih menggunakan bahasa kuno ataupun yang sudah menggunakan bahasa yang seperti kita kenal pada saat ini,

Dan dikarenakan terbatasnya informasi penulis, maka berikut saya rilis beberapa tembang jawa macapat yang sangat populer hingga saat ini.

Tembang jawa mocopat yang menggambarkan jalannya kehidupan manusia sejak didalam kandungan ibunda sampai meninggal untuk menghadap Yang Maha Kuasa dapat digolongkankan menjadi 11 tembang, , yaitu :

1. Maskumambang, Melambangkan embrio yang masih dalam kandungan ibunya, yang belum diketahui laki atau perempuan. Mas, artinya belum diketahui laki atau perempuan, sedangkan Kumambang, artinya hidupnya masih dialam kandungan ibundanya.

2. Mijil, Artinya sudah lahir didunia jenis kelamin laki atau perempuan.

3. Kinanthi, Berasal dari kata kanthi atau menuntun, yang artinya dituntun supaya dapat berjalan didunia ini.

4. Sinom, Artinya pemuda/remaja, disini yang terpenting bagi remaja agar bisa menuntut ilmu yang setinggi-tingginya.

5. Asmaradana, Artinya mempunyai rasa cinta kasih kepada sesamanya baik itu pria maupun wanita, karena semua itu sudah merupakan kehendak/kodrat Yang Maha Kuasa.

6. Gambuh, Berasal dari kata nyambung/sesuai yang artinya kalau sudah pas selanjutnya dijodohkan antara pria dan wanita yang sudah saling mencintai, dengan harapan dapat menjalin kehidupan yang langgeng.

7. Dandanggula, Menggambarkan seseorang yang berbahagia, apa yang dicita-citakan dapat terlaksana. Terlaksana mempunyai pasangan, mempunyai rumah, kehidupan yang kecukupan untuk keluarganya. Makanya seseorang yang sedang menemukan kebahagiaan dapat dikarakankan ibaratn lagunya dandanggula.

8. Durma, Berasal dari kata pemberi. Seseorang yang merasa kecukupan hidupnya kemudian tergugah rasa kasihan kepada sanak saudara yang sedang menderita, makanya tergugah ingin membantu dan memberi pertolongan kepada siapa saja. Semua itu diberikan pertolongan sesuai ajaran agama dan rasa sosialnya kepada sesama.

9. Pangkur, Berasal dari kata meninggalkan yang artinya menghindari hawa nafsu yang angkara murka, semua yang dipikirkan senantiasa berkeinginan membantu kepada sesamanya.

10. Megatruh, Berasal dari kata lepas rohnya atau mati, karena sudah saatnya dipanggil menghadap kepada Yang Maha Kuasa.

11. Pucung, Kalau sudah menjadi bangkai kemudian dibungkus dengan kain putih atau dipocong sebelum dikebumikan.

Bersambung....

 

Sumber pustaka

  • (Inggris) Bernard Arps, 1992, Tembang in two traditions: performance and interpretation of Javanese literature. London: SOAS
  • (Inggris) Hedi I.R. Hinzler, 1994, Gita Yuddha Mengwi or Kidung Ndèrèt. A facsimile edition of manuscript Cod. Or. 23.059 in the Library of Leiden University. Leiden: ILDEP/Legatum Warnerianum
  • (Indonesia) Karsono H. Saputra, 1992, Pengantar Sekar Macapat. Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia. ISBN 979-8184-02-5
  • (Inggris) Th. C. van der Meij, 2002, Puspakrema. A Javanese Romance from Lombok. Leiden: CNWS. ISBN 90-5789-071-2
  • (Inggris) Th. Pigeaud, 1967, Literature of Java. Catalogue Raisonné of Javanese Manuscripts in the Library of the University of Leiden and other public collections in the Netherlands. Volume I. Synopsis of Javanese Literature 900 - 1900 A.D. The Hague: Martinus Nyhoff
  • (Jawa) Poerbatjaraka, 1952, Kapustakan Djawi. Djakarta: Djambatan
  • (Belanda) Prijohoetomo, 1934, Nawaruci : inleiding, Middel-Javaansche prozatekst, vertaling vergeleken met de Bimasoetji in oud-Javaansch metrum. Groningen: Wolters
  • (Belanda) J.J. Ras, 1982, Inleiding tot het modern Javaans. Leiden: KITLV uitgeverij. ISBN 90-6718-073-4
  • (Indonesia) I.C. Sudjarwadi et al., 1980, Seni macapat Madura: laporan penelitian. Oleh Team Penelitian Fakultas Sastra, Universitas Negeri Jember. Jember: Universitas Negeri Jember
  • Web
-          Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
-          Web macapat.4t.com
-          sukolaras.wordpress.com